SUHU
INTI DAN SUHU KULIT
Suhu jaringan bagian dalam tubuh (suhu inti atau core temperature) hampir selalu konstan, berfluktuasi sepanjang
hari dalam rentang sempit, hanya sekitar ± 1°F (± 0,6°C) kecuali dalam keadaan
demam. Manusia dapat terpapar pada suhu serendah 55°F atau setinggi 130°F dengan
tetap mempertahankan suhu inti mendekati konstan. Mekanisme yang mengendalikan
suhu tubuh menunjukkan suatu sistem pengaturan yang amat baik.
Berbeda dengan suhu inti, suhu kulit naik-turun dipengaruhi suhu lingkungan. Hal
ini penting karena salah satu fungsi kulit adalah melepaskan panas ke
lingkungan.
SUHU TUBUH NORMAL
Tidak ada nilai tunggal suhu yang dapat dianggap sebagai satu-satunya
nilai suhu normal, karena pengukuran pada banyak orang normal memperlihatkan berbagai
variasi suhu pada berbagai keadaan dan aktivitas sepanjang hari, seperti yang
dilukiskan dalam Gambar 1, mulai kurang dari 97°F (36°C) sampai lebih dari 99°F
(37,5°C). Suhu normal rata-rata secara
umum adalah antara 98,0° F sampai 98,6° F (36,7°C sampai 37°C) bila diukur per
oral, dan kira-kira 1°F atau 0,6°C lebih tinggi bila diukur per rektal.
Suhu tubuh sedikit bervariasi pada kerja fisik dan
pada suhu lingkungan yang ekstrem, karena mekanisme pengaturan suhu tidak 100
persen tepat. Bila dibentuk panas yang berlebihan di dalam tubuh karena kerja
fisik yang melelahkan, suhu rektal akan meningkat sampai setinggi 101°F-104°F.
Sebaliknya, ketika tubuh terpapar dengan suhu yang dingin, suhu rektal dapat
turun sampai di bawah nilai 96°F.
KESEIMBANGAN PRODUKSI PANAS DAN KEHILANGAN PANAS
Bila laju pembentukan panas dalam tubuh lebih besar
daripada laju hilangnya panas, timbul kelebihan panas dalam tubuh dan suhu
tubuh meningkat. Sebaliknya, bila kehilangan panas lebih besar, suhu tubuh
menurun. Keseimbangan antara produksi panas dan hilangnya panas serta mekanisme
yang mengatur masing-masing proses tersebut dijelaskan pada bagian berikut.
Produksi Panas
Produksi panas adalah produk
tambahan metabolisme. Faktor-faktor yang menentukan laju produksi panas (laju metabolisme tubuh) meliputi:
(1)
laju metabolisme basal dari
semua sel tubuh;
(2)
laju cadangan metabolisme yang
disebabkan oleh aktivitas otot, termasuk kontraksi otot yang disebabkan oleh
menggigil;
(3)
metabolisme tambahan yang
disebabkan oleh pengaruh tiroksin (dan sebagian kecil hormon lain, seperti
hormon pertumbuhan dan testosteron) terhadap sel;
(4)
metabolisme tambahan yang
disebabkan oleh efek epinefrin, norepinefrin, dan perangsangan simpatis
terhadap sel;
(5)
metabolisme tambahan yang
disebabkan oleh meningkatnya aktivitas kimiawi di dalam sel sendiri, terutama
bila temperatur sel meningkat.
Kehilangan Panas
Sebagian besar produksi panas di dalam tubuh dihasilkan oleh proses
metabolisme pada organ dalam, terutama dalam hati, otak, jantung, dan otot
rangka selama kerja. Kemudian panas ini dihantarkan
dari organ dan jaringan yang lebih dalam ke kulit, di mana panas hilang ke
udara dan lingkungan sekitar. Oleh karena itu, laju hilangnya panas ditentukan
hampir seluruhnya oleh dua faktor:
(1)
seberapa cepat panas dapat
dikonduksi dari tempat panas dihasilkan dalam inti tubuh ke kulit
(2)
seberapa cepat panas kemudian
dapat dihantarkan dari kulit ke sekitarnya. Marilah kita mulai dengan mendiskusikan
sistim insulator yang menyekat inti dari permukaan kulit.
Sistem Penyekat Tubuh
Kulit,
jaringan subkutan, dan terutama lemak dari jaringan subkutan merupakan suatu
penyekat panas dari tubuh. Lemak menyalurkan panas hanya sepertiga kecepatan
jaringan lain. Bila tidak ada darah yang mengalir dari organ internal yang
panas ke kulit, daya penyekat yang dimiliki oleh tubuh laki-laki normal
kira-kira sebanding dengan tiga perempat kali daya penyekat pakaian biasa. Pada
perempuan, penyekatan ini masih lebih baik.
Aliran Darah ke Kulit dari Inti Tubuh Menyediakan
Pemindahan Panas
Pembuluh darah menembus jaringan penyekat subkutan
dan dengan segera menyebar sebanyak-banyaknya di bawah kulit. Yang penting
terutama adalah pleksus venosus yang disuplai oleh aliran darah dari kapiler
kulit, ditunjukkan dalam Gambar 2. Pada area tubuh yang paling banyak terpapar —tangan,
kaki, dan telinga— darah juga disuplai langsung ke pleksus arteri kecil melalui
anastomosis arteriovenosa yang sangat berotot.
Kecepatan aliran darah ke dalam pleksus venosa bervariasi
dari sedikit di atas 0% sampai setinggi 30 persen dari total curah jantung.
Kecepatan aliran darah yang tinggi menyebabkan konduksi panas yang disalurkan
dari inti tubuh ke kulit sangat efisien, sedangkan reduksi kecepatan aliran
darah menurunkan efisiensi konduksi panas dari inti tubuh. Gambar 3
memperlihatkan secara kuantitatif efek aliran darah kulit pada konduksi panas
dari inti tubuh ke permukaan kulit, menggambarkan peningkatan konduksi panas
hampir delapan kali lipat antara keadaan vasokonstriksi penuh dan keadaan
vasodilatasi penuh.
Oleh karena itu, kulit merupakan sistem pengatur
"radiator panas" yang efektif, dan aliran darah ke kulit adalah
mekanisme penyebaran panas yang paling efektif dari inti tubuh ke kulit.
PENGATURAN KONDUKSI PANAS KE KULIT OLEH SISTEM SARAF
SIMPATIS
Konduksi panas ke kulit oleh darah diatur oleh
tingkat vasokonstriksi arteriol dan anastomosis arteriovenosa yang mensuplai
darah ke pleksus venosa kulit. Selanjutnya vasokonstriksi ini hampir seluruhnya
dikontrol oleh sistem saraf simpatis dalam memberikan respons terhadap
perubahan suhu inti tubuh dan perubahan suhu lingkungan. Hal ini akan
dibicarakan kemudian pada bab ini yang berhubungan dengan pengaturan suhu tubuh
oleh hipotalamus.
Fisika Dasar Bagaimana Panas Hilang dari Permukaan
Kulit
Berbagai cara panas hilang dari kulit ke lingkungan ditunjukkan pada
Gambar 4. Cara tersebut meliputi radiasi, konduksi, dan evaporasi dan
dapat dijelaskan berikut ini:
1)
Radiasi
Kehilangan panas melalui radiasi berarti kehilangan dalam bentuk
gelombang panas infra merah, suatu jenis gelombang elektromagnetik. Sebagian besar
gelombang panas infra merah yang memancar dari tubuh memiliki panjang
gelombang 5 sampai 20 mikrometer, 10 sampai 30 kali panjang gelombang cahaya.
Semua benda yang tidak pada suhu nol absolut memancarkan panas seperti
gelombang tersebut. Tubuh manusia menyebarkan gelombang panas ke segala
penjuru. Gelombang panas juga dipancarkan dari dinding dan benda-benda lain ke
tubuh. Bila suhu tubuh lebih tinggi dari suhu lingkungan, kuantitas panas yang
lebih besar dipancarkan keluar dari tubuh ke lingkungan. Seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 4, orang yang telanjang pada suhu kamar yang normal
kehilangan panas kira-kira 60 persen dari kehilangan panas total melalui
radiasi.
2)
Konduksi
Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4, hanya sejumlah kecil panas yang
biasanya hilang dari tubuh melalui konduksi
langsung dari permukaan tubuh ke
benda-benda lain, seperti kursi
atau tempat tidur. Sebaliknya, kehilangan panas melalui konduksi ke udara
memang mencerminkan bagian kehilangan panas tubuh yang cukup besar
(kira-kira 15 persen) walaupun dalam keadaan normal. Diingatkan kembali bahwa
panas adalah energi kinetik dari gerakan molekul, dan molekul-molekul yang
menyusun kulit tubuh terus-menerus mengalami gerakan vibrasi. Sebagian besar
energi dari gerakan ini dapat dipindahkan ke udara bila suhu udara lebih dingin
dari kulit, sehingga meningkatkan kecepatan gerakan molekul-molekul udara.
Sekali suhu udara yang berlekatan dengan kulit menjadi sama dengan suhu kulit,
tidak terjadi lagi kehilangan panas dari tubuh ke udara. Oleh karena itu,
konduksi panas dari tubuh ke udara mempunyai keterbatasan kecuali bila udara yang dipanaskan bergerak
dari kulit sehingga udara baru secara terus menerus bersentuhan dengan
kulit, fenomena ini disebut konveksi
udara.
3)
Konveksi
Pemindahan panas dari tubuh melalui konveksi udara secara umum disebut
kehilangan panas melalui konveksi. Sebenarnya,
panas pertama-tama harus di-konduksi ke udara kemudian dibawa melalui aliran konveksi.
Sejumlah kecil konveksi hampir selalu terjadi di
sekitar tubuh akibat kecenderungan udara di sekitar kulit untuk bergerak naik
sewaktu menjadi panas. Oleh karena itu, orang telanjang yang duduk di ruangan
yang nyaman tanpa gerakan udara yang besar masih tetap kehilangan sekitar 15
persen dari panas tubuhnya melalui konduksi ke udara kemudian oleh konveksi
udara menjauhi tubuhnya.
Efek
Pendinginan oleh Angin
Bila tubuh terpapar angin, lapisan udara yang berbatasan dengan kulit
digantikan terus menerus oleh udara baru jauh lebih cepat dari keadaan normal,
dan kehilangan panas melalui konveksi meningkat. Efek pendinginan oleh angin
pada kecepatan rendah mendekati akar kuadrat kecepatan angin. Misalnya,
angin dengan kecepatan 4 km/jam memiliki efektivitas pendinginan kira-kira dua
kali dari angin dengan kecepatan 1km/jam.
Konduksi
dan Konveksi Panas pada Paparan Air
Air memiliki kemampuan menyerap panas beberapa ribu kali lebih besar
daripada udara, sehingga setiap unit bagian air yang berdekatan ke kulit dapat
mengabsorbsi jumlah kuantitas panas yang lebih besar daripada udara. Juga, konduktivitas air terhadap panas terlihat sangat
berbeda dengan konduktivitas udara. Oleh karena itu, kecepatan kehilangan panas
ke air pada suhu yang cukup rendah jauh lebih besar daripada kecepatan
kehilangan panas ke udara pada suhu yang sama. Saat air dan udara sangat dingin,
kecepatan kehilangan panas ke udara menjadi hampir sama besar dengan air,
karena air dan udara pada dasarnya mampu membawa semua panas yang dapat
berdifusi melalui penyekat subkutan kulit.
4)
Evaporasi
Bila air berevaporasi dari permukaan tubuh, panas
sebesar 0,58 Kalori (kilokalori) hilang untuk setiap satu gram air yang
mengalami evaporasi. Bahkan bila seseorang tidak berkeringat sekalipun, air
masih berevaporasi secara tidak kelihatan dari kulit dan paru-paru
dengan kecepatan sekitar 450 sampai 600 ml/hari. Hal ini menyebabkan kehilangan
panas terus menerus dengan kecepatan 12 sampai 16 Kalori per jam. Evaporasi air
melalui kulit dan paru-paru yang tidak kelihatan ini tidak dapat dikendalikaan
untuk tujuan pengaturan suhu karena evaporasi tersebut dihasilkan dari difusi
molekul air terus menerus melalui permukaan kulit dan permukaan sistem
pernapasan. Akan tetapi, kehilangan panas melalui evaporasi keringat dapat
diatur dengan pengaturan kecepatan berkeringat, yang akan dibicarakan kemudian
pada modul ini.
Evaporasi merupakan
mekanisme pendinginan yang penting pada suhu udara sangat tinggi. Selama suhu kulit lebih tinggi dari
suhu lingkungan, panas dapat hilang melalui radiasi dan konduksi. Tetapi
ketika suhu lingkungan lebih tinggi dari suhu kulit, tubuh memperoleh panas
melalui radiasi dan konduksi. Dalam keadaan seperti ini, satu-satunya cara tubuh melepaskan panas
adalah dengan evaporasi. Oleh
sebab itu, setiap faktor yang mencegah evaporasi yang adekuat ketika suhu
lingkungan lebih tinggi dari suhu kulit akan menyebabkan peningkatan suhu
tubuh. Hal ini kadang terjadi pada manusia yang dilahirkan dengan kelainan
kelenjar keringat. Orang ini dapat tahan terhadap suhu dingin seperti halnya
orang normal, tetapi mereka hampir mati akibat serangan panas pada daerah
tropis, karena tanpa sistem pendinginan evaporatif, orang ini tidak dapat mencegah
peningkatan suhu tubuh ketika suhu udara lebih tinggi dari suhu tubuh.
EFEK PAKAIAN PADA KEHILANGAN
PANAS
Pakaian mengurung udara di antara kulit dan rajutan
pakaian yang mengakibatkan kecepatan kehilangan panas
tubuh melalui konduksi dan konveksi sangat ditekan. Pakaian dengan bahan biasa
menurunkan kecepatan kehilangan panas kira-kira setengah dari tubuh yang
telanjang, sedangkan pakaian kutub dapat menurunkan kecepatan kehilangan panas
paling sedikit sampai seperenam kali.
Sekitar setengah dari panas yang dipindahkan dari
kulit ke pakaian dipancarkan melalui radiasi ke pakaian dan bukan dipancarkan
melalui konduksi melewati ruang kecil. Oleh sebab itu, melapisi bagian dalam pakaian
dengan lapisan emas tipis, yang memantulkan panas kembali ke tubuh, membuat
perangkat penyekat pakaian tersebut jauh lebih efektif daripada bila tidak
dilapisi. Dengan menggunakan teknik ini, pakaian yang digunakan di kutub dapat
dikurangi beratnya sampai setengahnya.
Efektivitas pakaian dalam mempertahankan suhu tubuh
hampir hilang semuanya bila pakaian menjadi basah karena konduktivitas air yang
tinggi meningkatkan kecepatan pemindahan panas sebesar 20 kali lipat atau
lebih. Oleh karena itu, salah satu faktor terpenting untuk melindungi tubuh
terhadap udara dingin di kutub adalah menjaga dengan sangat hati-hati agar
pakaian tidak basah. Tentu saja, seseorang harus berhati-hati untuk tidak
menjadi kepanasan walaupun untuk sementara waktu, karena dengan berkeringat di
dalam pakaian akan membuat pakaian tersebut kurang efektif sebagai penyekat.
Berkeringat dan Pengaturannya oleh Sistem Saraf
Otonom
Rangsangan pada area preoptik di bagian anterior
hipotalamus baik secara elektrik atau oleh panas yang berlebihan akan
menyebabkan berkeringat. Impuls dari area yang menyebabkan berkeringat ini
dipindahkan melalui jaras otonom ke medula spinalis dan kemudian melalui jaras
simpatis ke kulit di seluruh tubuh.
Diingatkan kembali dari pembahasan tentang sistem
saraf otonom bahwa kelenjar keringat dipersarafi oleh serabut-serabut saraf kolinergik
(serabut yang mensekresikan asetilkolin). Kelenjar ini dapat juga
dirangsang oleh epinefrin atau norepinefrin yang bersirkulasi dalam darah, walaupun
kelenjar itu sendiri tidak memiliki persarafan adrenergik. Hal ini penting
selama kerja fisik, saat hormon disekresikan oleh medula adrenal dan tubuh
perlu melepaskan panas yang berlebihan yang dihasilkan oleh otot yang aktif.
MEKANISME SEKRESI KERINGAT.
Dalam Gambar 5, kelenjar keringat diperlihatkan
berbentuk tubular yang terdiri dari dua bagian: (1) bagian bergelung di
subdermis dalam yang mensekresi keringat, dan (2) bagian duktus yang
berjalan keluar melalui dermis dan epidermis kulit. Seperti juga pada kelenjar
lainnya, bagian sekretorik kelenjar keringat mensekresi cairan yang disebut sekret
primer atau sekret prekursor; kemudian konsentrasi zat-zat dalam
cairan tersebut dimodifikasi sewaktu cairan itu mengalir melalui duktus.
Sekret prekusor keringat adalah hasil sekresi aktif
dari sel-sel epitel yang terletak pada bagian gulungan dari kelenjar keringat.
Serat saraf simpatis kolinergik berakhir pada atau dekat sel-sel kelenjar yang
mengeluarkan sekret tersebut.
Komposisi sekret prekusor mirip dengan yang terdapat
pada plasma namun tidak mengandung protein plasma. Konsentrasi natrium sekitar
142 mEq/liter dan klorida sekitar 104 mEq/liter, dengan konsentrasi zat
terlarut lain yang lebih kecil dalam plasma. Sewaktu larutan prekusor ini
mengalir melalui bagian duktus dari kelenjar, larutan ini mengalami modifikasi
melalui reabsorpsi sebagian besar ion natrium dan klorida. Tingkat reabsorpsi
ini bergantung pada kecepatan
berkeringat sebagai berikut
Apabila kelenjar keringat hanya dirangsang sedikit,
cairan prekusor mengalir melalui duktus dengan lambat. Dalam hal ini, pada
dasarnya hampir semua ion natrium dan klorida direabsorbsi, dan konsentrasi
masing-masing ion ini turun menjadi 5 mEq/liter. Hal ini mengurangi tekanan
osmotik cairan keringat tersebut sangat rendah sehingga sebagian besar cairan
kemudian juga direabsorbsi, yang memekatkan sebagian besar kandungan unsur
lainnya. Oleh karena itu, pada kecepatan berkeringat yang rendah, kandungan
unsur seperti urea, asam laktat, dan ion kalium biasanya konsentrasinya sangat
tinggi.
Sebaliknya, ketika kelenjar keringat dirangsang
dengan kuat oleh sistem saraf simpatis, sekret prekusor dibentuk dalam jumlah
yang banyak, dan duktus kini hanya mereabsorbsi natrium klorida sedikit lebih
dari setengahnya; konsentrasi ion-ion natrium dan klorida kemudian biasanya
meningkat (pada orang yang tidak dapat menyesuaikan diri ,dengan iklim) sampai
tingkat maksimum sekitar 50 sampai 60 mEq/liter, sedikit lebih rendah dari
setengah konsentrasi dalam plasma. Lebih lanjut lagi, keringat mengalir
melalui tubulus kelenjar begitu cepatnya sehingga hanya sedikit air yang
direabsorbsi. Oleh karena itu, konsentrasi unsur terlarut lainnya dari keringat
hanya sedikit meningkat: urea menjadi sekitar dua kali dari plasma, asam laktat
sekitar 4 kali, dan kalium sekitar 1,2 kali.
Perhatikan terutama besarnya kehilangan natrium
klorida dalam keringat bila orang tidak dapat menyesuaikan diri dengan iklim.
Hal ini cukup berbeda bila orang telah terbiasa dengan panas, seperti berikut
ini.
AKLIMATISASI MEKANISME
BERKERINGAT — PERANAN ALDOSTERON
Walaupun seseorang yang normal dan tidak dapat
menyesuaikan diri dengan iklim kadang dapat membentuk keringat lebih dari 1
liter per jam, ketika terpapar pada cuaca panas selama 1 sampai 6 minggu, orang
tersebut akan secara perlahan-lahan berkeringat lebih banyak, seringkali
meningkatkan sekresi maksimal keringat 2 sampai 3 liter/jam. Evaporasi keringat
yang lebih banyak ini dapat memindahkan panas dari tubuh dengan kecepatan lebih dari 10 kali kecepatan
pembentukan panas basal normal. Peningkatan efektivitas mekanisme berkeringat
ini disebabkan oleh peningkatan langsung pada kemampuan kelenjar keringat itu
sendiri.
Kepentingan aklimatisasi adalah penurunan
konsentrasi natrium klorida dalam keringat yang memungkinkan konservasi garam
yang lebih baik secara perlahan-lahan. Sebagian besar efek ini disebabkan oleh
peningkatan sekresi aldosteron, yang
selanjutnya dihasilkan dari penurunan kadar natrium klorida dalam cairan
ekstraselular dan plasma. Orang yang tidak
dapat menyesuaikan diri dengan iklim, yang banyak berkeringat sering
kehilangan garam sebesar 15 sampai 30 gram setiap hari untuk beberapa hari
pertama. Setelah 4 sampai 6 minggu menyesuaikan diri, kehilangan garam
biasanya turun menjadi 3 sampai 5 gram/hari.
Kehilangan Panas melalui Terengah-engah
Banyak hewan tingkat rendah memiliki sedikit
kemampuan untuk menghilangkan panas dari permukaan tubuhnya karena dua alasan:
(1) permukaan tubuh biasanya ditutupi oleh bulu dan (2) kulit dari sebagian
besar hewan tingkat rendah tidak disuplai dengan kelenjar keringat, yang
mencegah sebagian besar hilangnya panas melalui evaporasi dari kulit. Suatu
mekanisme pengganti, mekanisme terengah-engah, digunakan oleh banyak
hewan tingkat rendah sebagai alat untuk menghilangkan panas.
Fenomena terengah-engah "dihidupkan" oleh
pusat pengatur suhu di otak. Yaitu, bila darah menjadi terlalu panas,
hipotalamus menimbulkan sinyal neurogenik untuk menurunkan temperaiur tubuh.
Satu dari sinyal ini menimbulkan terengah-engah. Proses terengah-engah yang
sebenarnya diatur oleh pusat terengah-engah yang
berhubungan dekat dengan pusat pernapasan pneumotaksik di dalam pons.
Bila seekor hewan terengah-engah, hewan tersebut
bernapas masuk dan keluar dengan cepat, sehingga jumlah besar udara yang baru
dari luar berkontak dengan bagian atas susunan pernapasan; proses ini akan
mendinginkan darah di dalam mukosa sebagai akibat evaporasi air dari permukaan
mukosa, terutama evaporasi saliva dari lidah. Namun terengah-engah tidak
meningkatkan ventilasi alveolar lebih dari yang dibutuhkan untuk kontrol gas
darah yang tepat karena setiap pernapasan sangat dangkal; oleh karena itu, sebagian besar udara
yang masuk ke alveoli adalah udara ruang mati.
PENGATURAN
SUHU TUBUH — PERANAN HIPOTALAMUS
Gambar 6 menggambarkan perkiraan tentang apa yang
terjadi pada suhu tubuh orang telanjang setelah beberapa jam terpapar terhadap
udara kering berkisar
dari 30° sampai 160°F. Gambaran yang tepat dari kurva ini tergantung pada gerakan udara, jumlah kelembaban
dalam udara dan bahkan
sifat alam di sekitarnya. Pada umumnya tubuh
yang telanjang pada udara kering bersuhu antara 55° dan 130°F mampu
mempertahankan suhu inti tubuh normal antara 97° dan 100° F.
Suhu tubuh diatur hampir seluruhnya oleh mekanisme
persarafan umpan balik, dan hampir semua mekanisme ini terjadi melalui pusat
pengaturan suhu yang terletak pada hipotalamus. Agar mekanisme umpan
balik ini dapat berlangsung, harus juga tersedia pendetektor suhu untuk
menentukan kapan suhu tubuh menjadi sangat panas atau sangat dingin.
Deteksi Termostatik Suhu pada
Hipotalamus — Peranan Hipotalamus Anterior-Area Preoptik
Telah dilakukan percobaan pemanasan dan pendinginan pada suatu area
kecil di otak dengan menggunakan alat yang disebut thermode. Alat kecil
seperti jarum ini dipanaskan dengan alat elektrik atau dialirkan air panas
atau didinginkan dengan air dingin. Area utama dalam otak di mana panas yang
dihasilkan oleh thermode mempengaruhi pengaturan suhu tubuh terdiri dari
nukleus preoptik dan nukleus hipotalamik anterior hipotalamus.
Dengan menggunakan thermode, area preoptik hipotalamus anterior
diketahui mengandung sejumlah besar neuron yang sensitif terhadap panas yang
jumlahnya kira-kira sepertiga neuron yang sensitif terhadap dingin.
Neuron-neuron ini diyakini berfungsi sebagai sensor suhu untuk mengontrol suhu
tubuh.
Neuron-neuron yang sensitif terhadap panas ini meningkatkan kecepatan
kerjanya sesuai dengan peningkatan suhu, kecepatannya dapat meningkat 2 sampai
10 kali lipat pada kenaikan suhu tubuh sebesar 10°C. Neuron yang sensitif
terhadap dingin, sebaliknya, meningkatkan kecepatan kerjanya saat suhu tubuh
turun.
Apabila area preoptik dipanaskan, kulit di seluruh tubuh dengan segera
mengeluarkan banyak keringat, sementara pada waktu yang sama pembuluh darah
kulit di seluruh tubuh menjadi sangat berdilatasi. Jadi, hal ini merupakan
reaksi yang cepat untuk menyebabkan tubuh kehilangan panas, dengan demikian
membantu mengembalikan suhu tubuh kembali normal. Di samping itu, pembentukan
panas tubuh yang berlebihan dihambat. Oleh karena itu, jelas bahwa area
preoptik dari hipotalamus memiliki kemampuan untuk berfungsi sebagai
termostatik pusat kontrol suhu tubuh.
Deteksi Suhu dengan Reseptor pada kulit dan
Jaringan Dalam Tubuh
Walaupun sinyal yang ditimbulkan oleh reseptor suhu dari
hipotalamus sangat kuat dalam mengatur suhu tubuh, reseptor suhu pada bagian
lain dari tubuh juga mempunyai peranan penting dalam pengaturan suhu. Hal ini
terjadi pada reseptor suhu di kulit dan beberapa jaringan khusus dalam tubuh.
Diingatkan kembali dari pembicaraan mengenai reseptor
sensoris, bahwa kulit dibantu oleh reseptor dingin dan panas. Reseptor
dingin terdapat jauh lebih banyak daripada reseptor panas; tepatnya, terdapat
10 kali lebih banyak di seluruh kulit. Oleh karena itu, deteksi suhu oleh
reseptor perifer ini lebih peka terhadap suhu sejuk dan dingin daripada suhu
hangat.
Apabila seluruh kulit tubuh menggigil, terjadi pengaruh
refleks yang segera dibangkitkan untuk meningkatkan suhu tubuh melalui
beberapa cara, sebagai berikut:
(1)
memberikan
rangsangan kuat sehingga menyebabkan menggigil, dengan akibat meningkatnya
kecepatan pembentukan panas tubuh;
(2)
menghambat
proses berkeringat bila hal ini harus terjadi
(3)
meningkatkan
vasokonstriksi kulit untuk menghilangkan pemindahan panas tubuh ke kulit
Reseptor suhu tubuh bagian dalam juga ditemukan pada
bagian tertentu dari tubuh, terutama di medula spinalis, organ dalam
abdomen, dan di sekitar vena-vena besar. Reseptor dalam ini berbeda
fungsinya dengan reseptor kulit, karena reseptor tersebut lebih banyak terpapar
dengan suhu inti tubuh daripada suhu permukaan tubuh. Namun, seperti halnya
reseptor suhu kulit, reseptor tersebut lebih banyak mendeteksi dingin daripada
hangat. Adalah suatu kemungkinan bahwa baik reseptor kulit maupun reseptor
tubuh bagian dalam berperan mencegah hipotermia, yaitu mencegah suhu tubuh yang
rendah.
Hipotalamus Posterior Menjumlahkan Sinyal Sensoris
Temperatur Pusat dan Perifer
Walaupun banyak sinyal sensoris temperatur berasal
dari reseptor perifer, sinyal ini membantu pengaturan suhu tubuh terutama
melalui hipotalamus. Area pada hipotalamus yang dirangsang oleh sinyal sensoris
ini adalah suatu area yang terletak secara bilateral dalam hipotalamus
posterior kira-kira setinggi korpus mamilaris. Sinyal sensoris temperatur dari
hipotalamus anterior-area preoptik juga dipindahkan ke dalam area hipotalamus
posterior ini. Di sini sinyal dari area preoptik dan sinyal dari perifer tubuh
digabung untuk mengatur reaksi pembentukan panas atau reaksi penyimpanan panas
tubuh.
Mekanisme Efektor Neural Yang Menurunkan atau
Meningkatkan Temperatur Tubuh
Sewaktu pusat temperatur hipotalamus mendeteksi
bahwa temperatur tubuh terlalu panas atau terlalu dingin, pusat akan memberikan
prosedur penurunan atau peningkatan temperatur yang sesuai. Mahasiswa lebih
banyak mengetahui hal ini dari pengalaman pribadi, tetapi gambaran khususnya
adalah sebagai berikut.
Mekanisme Penurunan Temperatur Bila Tubuh Terlalu
Panas
Sistem pengatur temperatur menggunakan tiga mekanisme penting
untuk menurunkan panas tubuh ketika temperatur menjadi sangat tinggi:
1.
Vasodilatasi. Pada hampir semua area tubuh,
pembuluh darah kulit berdilatasi dengan kuat. Hal ini disebabkan oleh hambatan
dari pusat simpatis pada hipotalamus posterior yang menyebabkan
vasokonstriksi. Vasodilatasi penuh akan meningkatkan kecepatan pemindahan panas
ke kulit sebanyak delapan kali lipat.
2.
Berkeringat. Efek dari peningkatan temperatur yang
menyebabkan berkeringat digambarkan oleh garis kurva utuh pada Gambar 73-7,
yang memperlihatkan peningkatan kecepatan kehilangan panas melaui evaporasi
yang dihasilkan dari berkeringat ketika temperatur inti tubuh meningkat di atas
temperatur kritis 370C (98,60F). Peningkatan tempertaur tubuh 10C menyebabkan
keringat yang cukup banyak untuk membuang 10 kali lebih besar kecepatan
metabolisme basal dari pembentukan panas tubuh
3.
Penurunan pembentukan panas. Mekanisme yang
menyebabkan pembentukan panas yang berlebihan, seperti menggigil dan
termogenesis kimia dihambat dengan kuat.
Mekanisme Peningkatan Tenmperatur Saat Tubuh
Terlalu Dingin
Ketika tubuh terlalu dingin, sistem pengaturan temperatur mengadakan
prosedur yang sangat berlawanan, yaitu:
1. Vasokonstriksi
kulit di seluruh tubuh. Hal ini disebabkan oleh rangsangan pusat simpatis
hipotalamus posterior.
2. Piloereksi.
Piloereksi berarti rambut "berdiri pada akarnya." Rangsangan simpatis
menyebabkan otot erektor pili yang melekat ke folikel rambut berkontraksi,
yang menyebabkan rambut berdiri tegak. Hal ini tidak penting pada manusia,
tetapi pada hewan yang lebih rendah, berdirinya rambut memungkinkan mereka
untuk membentuk lapisan tebal "isolator udara" di atas kulit sehingga
pemindahan panas ke lingkungan sangat ditekan.
3. Peningkatan
pembentukan panas. Pembentukan panas oleh sistem metabolisme meningkat dengan
(a) menggigil, (b) rangsangan simpatis pembentukan panas, dan (c) sekresi
tiroksin. Hal ini membutuhkan keterangan tambahan, sebagai berikut:
Rangsangan Hipotalamik terhadap Menggigil. Terletak
pada bagian dorsomedial dari hipotalamus posterior dekat dinding ventrikel
ketiga adalah suatu area yang disebut pusat motorik primer untuk menggigil.
Area ini normalnya dihambat oleh sinyal dari pusat panas pada area
preoptik-hipotalamus anterior tetapi dirangsang oleh sinyal dingin dari kulit
dan medula spinalis. Oleh karena itu, seperti yang ditunjukkan oleh peningkatan
yang tiba-tiba dalam "produksi panas" (Iihat kurva putus-putus dalam
Gambar 7), pusat ini teraktivasi ketika temperatur tubuh turun bahkan hanya
sedikit di bawah derajat temperatur kritis. Pusat ini kemudian meneruskan
sinyal yang menyebabkan menggigil melalui traktus bilateral turun ke batang
otak, ke dalam kolumna lateralis medula spinalis, dan akhirnya, ke
neuron-neuron motorik anterior. Sinyal ini tidak teratur, dan tidak benar-benar
menyebabkan gerakan otot yang sebenarnya. Sebaliknya, sinyal tersebut
meningkatkan tonus otot rangka di seluruh tubuh. Ketika tonus meningkat di
atas tingkat kritis tertentu, proses menggigil dimulai. Kemungkinan hal ini
dihasilkan dari umpan balik osilasi mekanisme refleks regangan dari gelondong
otot. Selama proses menggigil maksimum, pembentukan panas tubuh dapat
meningkat sebesar empat sampai lima kali dari normal.
Eksitasi Kimiawi "Simpatis" Pembentukan
Panas. Perangsangan simpatis
maupun norepinefrin dan epinefrin yang bersirkulasi dalam darah dapat
menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme selular dengan cepat; efek ini
disebut termogenesis kimia, dan hal ini dihasilkan sebagian dari
kemampuan norepinefrin dan epinefrin untuk memisahkan fosforilasi oksidatif, yang berarti bahwa
kelebihan makanan akan dioksidasi dan oleh karena itu melepaskan energi dalam
bentuk panas tetapi tidak menyebabkan pembentukan adenosin trifosfat.
Derajat termogenesis kimia yang terjadi pada hewan hampir sebanding
dengan jumlah lemak coklat yang
dikandung pada jaringan hewan. Lemak ini merupakan jenis lemak yang mengandung
sejumlah besar mitokondria khusus tempat terjadinya pemisahan oksidasi. Sel-sel
ini dipersarafi oleh persarafan simpatis yang kuat.
Proses penyesuaian diri terhadap iklim sangat mempengaruhi intensitas
termogenesis kimia; beberapa hewan, seperti tikus, yang telah terpapar
beberapa minggu dengan lingkungan yang dingin, memperlihatkan peningkatan
pembentukan panas sebesar 100 sampai 500 persen ketika terpapar secara
tiba-tiba dengan udara dingin, sebaliknya, pada hewan yang tidak dapat
menyesuaikan diri dengan iklim, memberikan respons dengan meningkatkan
pembentukan panas kira-kira sebesar sepertiganya.
Pada manusia dewasa, yang hampir tidak memiliki lemak coklat, jarang
sekali bahwa termogenesis kimia meningkatkan kecepatan pembentukan panas lebih
dari 10 sampai 15 persen. Akan tetapi, pada bayi, yang memang memiliki sejumlah kecil lemak coklat pada ruang
interskapula, termogenesis kimia dapat meningkatkan kecepatan pembentukan panas
sebesar 100 persen, yang kemungkinan merupakan faktor penting dalam
mempertahankan temperatur normal tubuh pada neonatus.
Peningkatan Keluaran Tiroksin sebagai Penyebab Peningkatan Pembentukan
Panas Jangka Panjang. Pendinginan area preoptik-hipotalamus anterior
juga meningkatkan pembentukan hormon neurosekretorik hormon
pelepas-tirotropin oleh hipotalamus. Hormon ini diangkut melalui vena
porta hipotalamus ke kelenjar hipofisis anterior, di mana hormon merangsang
sekresi hormon perangsang-tiroid Hormon perangsang-tiroid sebaliknya,
merangsang peningkatan keluaran tiroksin oleh kelenjar tiroid. Peningkatan
tiroksin meningkatkan kecepatan metabolisme selular di seluruh tubuh. Peningkatan
metabolisme ini tidak terjadi segera tetapi membutuhkan waktu beberapa minggu
agar kelenjar tiroid menjadi hipertrofi sebelum mencapai tingkat sekresi
tiroksin yang baru.
Pemaparan hewan terhadap udara dingin yang berlebihan selama beberapa
minggu dapat menyebabkan ukuran kelenjar tiroid hewan tersebut meningkat 20
sampai 40 persen. Akan tetapi, manusia jarang membiarkan dirinya terpapar
terhadap derajat udara dingin seperti yang terjadi pada hewan. Oleh karena itu,
kita masih tidak mengerti, secara kuantitatif, berapa penting metode adaptasi
tiroid terhadap dingin pada manusia. Pengukuran yang terpisah telah
memperlihatkan bahwa anggota militer yang ditugaskan di kutub mengalami
peningkatan kecepatan metabolisme; demikian juga dengan orang Eskimo yang
memiliki kelainan kecepatan metabolisme yang tinggi. Juga, efek rangsangan
udara dingin yang terus menerus pada kelenjar tiroid mungkin dapat menjelaskan
insiden goiter tiroid toksika yang lebih tinggi pada orang yang tinggal di
iklim yang lebih dingin daripada mereka yang tinggal di iklim yang lebih hangat.
Konsep "Set-Point" untuk
Pengaturan Temperatur
Dalam contoh Gambar 7, sangat jelas bahwa pada temperatur inti tubuh
yang kritis, pada tingkat hampir tepat 37.1°C, terjadi perubahan drastis pada
kecepatan kehilangan panas dan kecepatan pembentukan panas. Pada temperatur di
atas tingkat ini, kecepatan kehilangan panas lebih besar dari kecepatan
pembentukan panas, sehingga temperatur tubuh turun dan mencapai kembali tingkat
37,1°C. Pada temperatur di bawah tingkat ini, kecepatan pembentukan panas
lebih besar dari kecepatan kehilangan panas, sehingga temperatur tubuh kini
meningkat dan kembali mencapai tingkat 37,1°C. Tingkat temperatur kritis ini
disebut "set-point" dari mekanisme pengaturan temperatur. Semua mekanisme pengaturan temperatur
terus menerus berupaya untuk mengembalikan suhu tubuh kembali ke tingkat set-point.
PEROLEHAN UMPAN BALIK UNTUK PENGATURAN TEMPERATUR TUBUH.
Mari kita ingat kembali sejenak pembicaraan mengenai perolehan umpan
balik dari sistem pengatur yang telah dibicarakan pada kuliah dasar-dasar
fisiologi. Perolehan umpan balik merupakan suatu pengukuran efektivitas sistem
pengatur. Dalam hal pengaturan temperatur tubuh, penting bagi temperatur tubuh
internal untuk berubah sedikit walaupun temperatur lingkungan sangat berubah. Perolehan
umpan balik sistem pengaturan temperatur sama dengan rasio perubahan
temperatur lingkungan terhadap perubahan temperatur tubuh dikurangi 1,0. (Iihat
Bab 1 untuk rumus tersebut). Percobaan telah memperlihatkan bahwa temperatur tubuh
manusia berubah sekitar 1°C untuk setiap perubahan temperatur lingkungan 25°C
sampai 30°C. Oleh karena itu, umpan balik yang dicapai keseluruhan mekanisme
untuk mengatur temperatur tubuh rata-rata sekitar 27 (28/1,0 – 1,0 = 27), yang
merupakan pencapaian yang sangat ekstrem bagi sistem pengaturan biologis (sebagai
contoh, sistem pengaturan baroreseptor tekanan arterial, memiliki pencapaian
kurang dari 2).
refferensinya kalo bisa di cantumin ...
BalasHapusklo ga Ganong ya Guyton (kayaknya)
BalasHapus